Para menteri keuangan dan bank sentral G-20 membantah adanya perang
mata uang namun mengatakan akan menghindari devaluasi kompetitif.
Dalam komunikenya, mereka menyatakan tidak akan mentargetkan mata
uang untuk tujuan kompetitif dan nilai tukar harus ditentukan lewat
pasar, pernyataan yang mirip dengan G-7. Para menteri dan pejabat bank
sentral yang bertemu di Moskow itu ternyata tidak menyebut Jepang secara
spesifik terkait kebijakannya yang mengakibatkan depresiasi yen. Dengan
itu, pada dasarnya mereka mengatakan Jepang bisa terus menerapkan
kebijakan mereflasi ekonomi, pendekatan yang selama ini sudah dilakukan
negara lain, seperti AS dan Inggris.
Menteri Keuangan Australia Wayne Swan mengatakan isu (perang mata
uang ) itu dilebih-lebihkan. Menteri Keuangan Jepang lega setelah
negaranya lolos dari kritisi, meski menerapkan kebijakan moneter yang
telah melemahkan yen sampai 21%. Direktur Pelaksana IMF Christine
Lagarde mengatakan memang ada isu perang mata uang, tapi kita belum
lihat yang seperti itu.
Selain itu, para pejabat justru mengeluarkan pernyataan yang pro
pertumbuhan. “Kami mengakui masih adanya risiko dan pertumbuhan global
masih lesu, dengan tingkat pengangguran masih tinggi di banyak negara.
Oleh karena itu, negara maju akan merancang strategi fiskal yang
kredibel,” sebut komunike itu.
Dengan membiarkan Jepang lolos dan mendesak langkah untuk membantu
pertumbuhan, G-20 memberi sinyal pelonggaran fiskal dan moneter bisa
berlanjut. IMF sepertinya mendukung pelonggaran moneter di zona euro,
dengan mengatakan ada ruang untuk memangkas suku bunga di sana, yang
saat ini masih lebih tinggi dai negara lain seperti AS, Inggris dan
Jepang.
Stimulus dari negara maju, terutama di zona euro, akhirnya bisa
memicu pelemahan mata uang. Maka timbul pertanyaan, bukankah itu sama
dengan perang mata uang? Tapi para pembuat kebijakan dari penyataan G-7
minggu lalu yang menggaris perbedaan antara pelonggaran moneter untuk
merangsang ekonomi domestik dan mentargetkan nilai tukar dengan sengaja.
Menurut Goldman Sachs, ada perbedaan di antara keduanya, di mana
devaluasi kompetitif berarti ada pihak yang kalah dan memang (zero sum
game), sedangkan pelonggaran moneter kompetitif itu bisa positif untuk
pertumbuhan global dan membantu mengurangi kesenjangan ekonomi. “Di saat
inflasi rendah dan pengangguran tinggi di banyak negara, pelonggaran
moneter kompetitif bisa dilakukan,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar