Secara umum, bank sentral negara maju masih menjalankan kebijakan
moneter yang akomodatif, demi merangsang pertumbuhan ekonomi. Namun
kondisi ekonomi yang beragam membuat sebagian mulai memasuki fase
penyesuaian kebijakan. Ada yang sudah dalam jalur exit strategy, ada
yang mempertimbangkan pelonggaran, tapi ada juga yang mulai mengambil
ancang-ancang untuk ke arah pengetatan.
Dalam mempertimbangkan kebijakan, bank sentral tidak hanya
mengevaluasi kondisi pertumbuhan dan inflasi. Namun bagaimana dampak
suatu keputusan terhadap nilai tukar dan ekspektasi pasar keuangan.
Sebelum mengambil keputusan, bank sentral juga harus memberi sinyal apa
yang akan dilakukan, atau tidak dilakukan, dalam waktu dekat. Ini
merupakan bagian dari bahasa komunikasi ke market. Bank sentral juga
menerapkan apa yang disebut dengan forward guidance, yaitu bahasa
komunikasi yang digunakan sebagai petunjuk kebijakan.
Berikut adalah ulasan mengenai kebijakan bank sentral negara maju, dimulai dari the Fed dan dilanjutkan oleh empat lainnya.
The Fed
Dalam Minutes terakhirnya disebutkan bahwa para pejabat membahas exit
strategy dan opsi-opsi yang tersedia dalam menormalisasi kebijakan. Ini
merupakan bentuk proses transisi seiring pemulihan ekonomi AS. Minutes
itu mengindikasikan konsistensi dalam pengurangan stimulus atau
pembelian obligasi. Tapi pembahasan mengenai normalisasi kebijakan itu
hanya merupakan perencanaan, bukan pertanda kenaikan suku bunga dalam
waktu dekat.
Dalam
rapat bulan lalu, the Fed memangkas program pembelian obligasinya
sebesar $10 miliar untuk keempat kalinya berturut-turut menjadi $45
miliar per bulan. Sejak krisis finansial, the Fed telah membeli lebih
dari $3 triliun obligasi pemerintah dalam rangka menyuntikkan likuiditas
ke sistem perbankan dalam rangka meransang pertumbuhan ekonomi.
The Fed mempertimbangkan beberapa alat sebelum menaikkan suku bunga,
seperti menaikkan bunga di fasilitas simpanannya. Para pejabat juga
mempertimbangkan reverse repurchase agreements, atau reverse repo, di
mana the Fed meminjam uang dari bank dalam bunga tetap untuk menyerap
likuiditas dar sistem keuangan. Opsi lainnya adalah term deposit
facility, yaitu the Fed memberi bunga lebih tinggi pada bank yang
menyimpan uangnya di sana lebih lama.
ECB
Di antara bank sentral negara maju, ECB sepertinya merupakan yang paling
dovish, dalam arti satu-satunya yang sedang mempertimbangkan untuk
melonggarkan kebijakan. Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini
adalah ECB tertinggal dalam menerapkan kebijakan longgar. Di saat bank
sentral lain sudah menerapkan stimulus jauh-jauh hari, ECB masih
berkutat dengan isu inflasi dan pertumbuhan rendah. Baik pertumbuhan dan
inflasi zona euro masih di bawah 1%.
Merespon
kondisi itu, para pejabat ECB memberi sinyal siap mengambil tindakan
dalam rapat mendatang. Ekonom dari BNP Paribas, Goldman Sachs sampai RBS
memprediksikan Mario Draghi Dkk akan memangkas suku bunganya dalam
rapat 5 Juni nanti. Tapi mereka juga memperkirakan bila bertindak, ECB
kemungkinan mengeluarkan serangkaian kebijakan, tidak hanya sekedar
pemangkasan. Menurut mereka, Selain memangkas rate acuan, ECB juga
memangkas bunga simpanan menjadi negatif.
Beberapa hari yang lalu, Draghi mengatakan pihaknya mewaspadai spiral
deflasi dan siap bertindak dengan opsi yang tersedia, termasuk
pembelian obligasi. Namun banyak kalangan yang ragu apakah ECB
benar-benar mau melakukan program pembelian obligasi, kalaupun iya
mungkin bentuknya tidak akan seperti AS atau Jepang.
BOE
Seiring pemulihan ekonomi yang cukup pesat, BOE semakin mantap memasuki
fase penyesuaian kebijakan.
Melalui minutes terbarunya, pasar melihat
perbedaan prospek kebijakan moneter BOE dengan bank sentral lain. Dalam
Minutes itu, disebutkan para pejabat BOE sudah membahas waktu kenaikan
suku bunga.
Salah
satu pejabatnya, Charlie Bean mengatakan agar supaya tidak tertinggal
dalam mengambil kebijakan, BOE perlu menaikkan suku bunga lebih cepat.
Tapi proses pengetatan harus dilakukan secara bertahap karena kondisi
ekonomi masih butuh pemulihan.
Ia sudah berani memperkirakan suku bunga
bisa mencapai 3% dalam lima tahun ke depan. Memang lama, tapi hanya BOE
yang sudah punya proyeksi semacam itu.
Ekonomi Inggris tumbuh di atas 3,1% selama kuartal pertama, terpesat
di antara negara maju. Kondisi ini memperkuat spekulasi BOE akan menjadi
bank sentral G-7 pertama yang bisa menaikkan suku bunga. Menurut para
ekonom, BOE bisa menaikkan suku bunganya pada awal 2015. Namun apresiasi
mata uang berpotensi menghalangi kenaikan rate lebih cepat. Sang
gubernur Mark Carney pernah menyatakan kekhawatiran soal apresiasi
sterling.
BOJ
Ekonomi Jepang tumbuh 4% selama kuartal pertama, didorong oleh
pembelanjaan konsumen yang melonjak untuk mengantisipasi kenaikan pajak
penjualan April. Masih sulit membayangkan bagaimana kondisi ekonomi
pasca kenaikan pajak penjualan. Sebelum ada data itu, banyak kalangan
yang memperkirakan BOJ harus menambah stimulusnya, apalagi di tengah
penguatan yen.
Namun
kini beberapa pejabat BOJ optimis dengan prosek ekonomi dan inflasi,
yang membuat mereka enggan untuk melonggarkan kebijakannya lagi. Sang
gubernur Haruhiko Kuroda menegaskan pandangannya bahwa perkembangan
ekonomi terlihat memuaskan dan inflasi sedang menuju target 2%.
Menurut
data terakhir, inflasi inti sudah mencapai 1,3%. Tapi Kuroda juga
mengatakan pihaknya siap melonggarkan kebijakannya lagi kalau
perkembangan ekonomi dan finansial menghambat proses pencapaian target
inflasi.
Pejabat lain, Deputi Gubernur Kikuo Iwata juga mengatakan hal senada,
bahwa siap menambah stimulus kalau inflasi terus tetap di bawah target.
Namun ia mengindikasikan kemungkinan mengurangi stimulus bila ekonomi
memanas dan inflasi melebihi target 2%. Lewat pernyataan itu menunjukkan
bahwa BOJ bersikap netral, masih wait-and-see sebelum mengambil
keputusan. Sepertinya, BOJ tidak akan mempertimbangkan apapun sebelum
ada data PDB kuartal kedua dan inflasi Juli.
RBA
Dalam Minutes terakhir, disebutkan bahwa para pejabat melihat belum
perlunya mengubah kebijakan. RBA tidak menyebut indikasi adanya rencana
untuk menaikkan suku bunga yang saat ini masih di rekor terendah 2,5%.
Para pejabat merasa bahwa level saat ini masih tepat seiring
perkembangan yang terjadi dalam ekonomi.
Menurut
mereka, perkembangan ekonomi sesuai skenario, yang artinya proyeksi
ekonomi dan inflasinya belum berubah. Dengan ekonomi tumbuh secara
bertahap, inflasi diperkirakan terkendali.
Bahkan para pejabat
memperkirakan pertumbuhan di kuartal mendatang masih di bawah tren
karena ekspor lesu dan investasi masih merosot. Mereka juga
memproyeksikan pertumbuhan juga akan dipengaruhi oleh konsolidasi
fiskal, yaitu pemotongan anggaran belanja pemerintah dan adanya aturan
pajak baru.
Sebelum ada pemotongan anggaran, banyak kalangan yang memperkirakan
prospek kenaikan suku bunga lebih cepat dari perkiraan setelah Gubernur
RBA Glenn Stevens Maret lalu mengatakan ekonomi mulai keluar dari
periode pertumbuhan rendah. Pasar melihat RBA sudah menyelesaikan
siklus pelonggarannya. Tapi kenaikan angka inflasi yang lebih rendah
dari proyeksi di kuartal pertama menyusul lonjakan tajam di kuartal
keempat memberi ruang ke RBA untuk menjaga rate tetap untuk waktu yang
lebih lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar