BRANCH OFFICE BANDUNG

BRANCH OFFICE BANDUNG
JL. WR. SUPRATMAN No. 21 BANDUNG

Senin, 06 Oktober 2014

Bank Dunia Pangkas Proyeksi PDB Asia Timur, China

Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan Asia Timur dan China, sembari memperingatkan adanya risiko pelarian modal dari Indonesia dan perlambatan di China akibat penyesuaian model ekonomi. 
World Bank
Dalam Laporan Terkini Ekonomi Asia Timur Pasifik (East Asia Pacific), lembaga donator itu memperkirakan kawasan itu akan tumbuh 6,9% di 2015, turun dari prediksi sebelumnya 7,1%. Angka proyeksi pertumbuhan 2016 juga direvisi menjadi 6,8% dari 7,1%.

“Pertumbuhan dan ekspor regional akan mendapat keuntungan dari pemulihan bertahap di negara maju,”kata Bank Dunia dalam laporan itu. Menurutnya, Asia Timur dan Pasifik akan tetap menjadi kawasan dengan pertumbuhan terpesat di dunia. Tapi Bank Dunia memperingatkan akan adanya risiko yang dapat mempengaruhi prospek itu, yaitu lambatnya pemulihan perdagangan global dan perubahan suku bunga, termasuk skenario normalisasi kebijakan moneter di AS.

Bank Dunia juga memangkas pertumbuhan ekonomi China, kini menjadi 7,4% di 2014 dan 7,2% di 2015, dari proyeksi sebelumnya 7,6% dan 7,5%. Di 2016, pertumbuhan diperkirakan hanya 7,1%, turun dari 7,5%. “Langkah untuk mengendalikan utang pemerintah lokal, meredam perbankan bayangan, mengatasi kapasitas ekses, polusi tinggi akan mengurangi investasi dan output manufaktur, katanya soal prospek ekonomi China. Bank Dunia juga menyorot sektor properti China, dengan mengatakan pengetatan finansial yang mendadak bisa memicu gejolak harga.

Sedangkan pertumbuhan kawasan Asia Timur di luar China, diperkirakan melambat tajam. Untuk tahun ini, PDB kawasan itu hanya tumbuh 4,8%, lebih rendah dari tahun lalu yang 5,2%, akibat kelesuan yang terjadi di Indonesia dan Thailand. Untuk tahun depan, pertumbuhan diperkirakan membaik ke 5,3%.

Lembaga kreditor itu memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia kemungkinan terhambat di semester kedua 2014 oleh merosotnya pendapatan terkait komoditas, rendahnya konsumsi pemerintah dan perlambatan pertumbuhan kredit. Selain itu, dengan adanya prospek kenaikan suku bunga tahun depan, bisa memicu peralihan modal dari negara berkembang, termasuk Indonesia.

Tidak ada komentar: