Akhir
pekan lalu, Wall Street semakin tenggelam, mencatat kejatuhan mingguan
yang tajam. Laporan keuangan beberapa emiten penting keluar
mengecewakan, bahkan sebagian menyampaikan proyeksi yang di bawah
harapan. Ditambah lagi dengan kejatuhan harga komoditas, yang
menimbulkan kekhawatiran mengenai prospek ekonomi dunia. Indeks Dow
Jones melemah 0,9%, dan mencatat penurunan mingguan 2,9%. Indeks S&P
500 turun 1,1% malam itu dan 2,2% secara mingguan.Investor juga kecewa dengan data yang menunjukkan penjualan rumah baru turun ke level terendah dalam tujuh bulan, mengindikasikan sektor perumahan belum sekuat yang diduga. Laporan keuangan menjadi bukti bahwa China tidak lagi tumbuh di 7% dan mendorong permintaan komoditas. Jadi perusahaan yang bergantung pada pertumbuhan itu, seperti bahan baku dan industri, terkena dampaknya. Sementara, dampak positif dari harga minyak yang rendah belum terlihat.
Di tengah kelesuan ekonomi global, pasar juga dihadapkan dengan prospek kenaikan suku bunga the Fed.
Beberapa pejabatnya tetap membuka peluang kenaikan terjadi tahun ini. The Fed menggelar rapat selama dua hari mulai besok, dan isu yang terpenting adalah apakah the Fed bisa menaikkan rate pada September nanti. Sang ketua Janet Yellen diharapkan dapat memberi kejelasan soal opsi-opsi yang tersedia.
Kondisi di kawasan regional tidak jauh berbeda, di mana saham bertumbangan akibat kekhawatiran soal prospek ekonomi. Kerisauan mengenai pertumbuhan China begitu mendominasi pergerakan saham sepanjang minggu lalu. Dengan tidak adanya berita positif, saham melanjutkan kejatuhan.
Di Jepang, indeks Nikkei melemah 0,5% dengan sempat ke level terendah dalam dua minggu. Di Korsel, indeks Kospi melemah 0,48%, tertekan kejatuhan saham broker dan farmasi. Di Hong Kong, indeks Hang Seng anjlok 1,6%. Kondisi di Shanghai juga buruk, dengan indeksnya merosot 1,5%. Indeks Singapurat STI melorot 0,6%. Di Indonesia, IHSG dibuka melemah 0,6%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar